Setelah beberapa
hari tanpa kabar dari penerbit mengenai drafnya, laras pun berinisiatif untuk
mendatangi kantor penerbit tersebut. Keesokan harinya laras pun mencoba sesuatu
hal yang jarang ia lakukan. Ia pergi ke kantor penerbit dengan naik kereta
kota. Memang tidak seperti biasanya, kemana pun laras pergi biasanya dengan
jalan kaki. Menikmati panasnya bumi yang setiap hari diinjak-injak manusia tak
berbudi. Laras berharap hari ini ada sesuatu hal yang berbeda setelah draftnya
dibaca oleh pimpinan penerbit.
Apa yang didapat
laras tidak seperti yang ia inginkan. Draf yang laras tinggal ternyata
hilang. Dan pada pagi itu laras juga tidak dapat bertemu pak Tono pimpinan
penerbit.
“selamat pagi
mbak”, sapa seorang pegawai. “iya pagi”, jawab laras. “bapaknya ada gak ya buk?"
tanya laras. Jawab pegawai ”bapaknya masih di luar kota, sudah tiga hari ini
mbak, besok baru pulang”. “kira-kira draf yang satu minggu yang lalu saya
tinggal, sudah dibaca sama bapak belum ya buk?” tanya laras. “draf yang mana ya
mbak?”, pegawai justru tanya balik. “kemarin saya meninggalkan drafnya sama
bapak Rudi”, jawab laras. “sebentar ya mbak, saya tanyakan ke pak rudi dulu”,
jawab pegawai.
Setelah seorang
pegawai menanyakan ke pak rudi,
ternyata pak rudi lupa memberikan draf tersebut ke pak Tono,
kemudian drafnya diletakkan di atas lemari di ruang tengah. Kemungkinan draf tersebut dibuang sama OB. Sebelum pulang, pak Rudi menemui laras di depan
kantor penerbitan dan meminta maaf ke pada laras.
Laras berlapang
dada atas semua yang terjadi, baginya itu lah hidup. Kita hanya bisa berencana dan
Tuhan yang menentukan hasilnya. Laras tidak berlarut dalam kesedihan. Kaki
laras melangkah namun tidak di jalan yang biasanya. Laras berjalan menuju taman
kota yang jalannya berlainan arah. Laras mencoba mencari keramaian, untuk
mengurangi kesedihan. Namun hati laras tetaplah sepi, meskipun suasana maupun
keadaan di sekitarnya ramai. Hati laras tidak dapat dibohongi hanya karena
suatu hal yang memang bukan di sukai laras, yakni keramaian.
Laras duduk di
bangku panjang warna putih, meluruskan kakinya ke tanah, mengangkat kepalanya
ke arah langit. Dengan mata terpejam, menarik nafas yang panjang, Dan dalam
hati laras berkata, semua ini pasti ada hikmahnya.
Setelah semuanya
disiapkan, adipati bersama temannya berangkat ke Lombok. Sesampainya di sana
adipati dan temannya langsung menuju salah satu rumah yang ada di dekat pantai.
Pada malam harinya mereka bertiga menikmati indahnya malam di bibir pantai.
Mereka bercerita mengenang masa kecil mereka. Hingga tak terasa malam sudah
larut,mereka bertiga beristirahat di penginapan.
Besok paginya,
adipati di teras penginapan berteman kopi dan sebuah buku “Sayap ku Hilang”. Hingga
pada satu titik menemukan sebuah kalimat “Diriku saat ini, seperti burung
yang tak lagi bersayap. Mencoba kehidupan yang baru, membiasakan diri tanpa dirimu.”
Setelah buku tersebut selesai dibaca adipati, anton
dan roni baru bangun tidur. Kemudian mereka bertiga mencari sarapan sambil
jalan-jalan di kawasan pantai. Setelah itu adipati membaca buku kedua yang ia bawa yang berjudul Lentera,
kemudian ia menemukan sebuah kalimat “Dengan ilmu gelap gulita dunia akan
terasa fana, jadikan ilmu sebagai penerang dan penuntun mu, jangan sampai ilmu
menggelapkan hati dan pikiranmu.”
Adipati pun berlanjut ke buku yang ke tiga yang berjudul Pasung, adipati menemukan sebuah kalimat “Perasaan ini terpasung dalam penjara yang tak berdaya, terbelenggu dalam
dungu, semua ini karena kebodohanku tak mampu untuk mengungkapkan.”
Setelah
adipati menyelesaikan ketiga bukunya tak terasa waktu sudah beranjak sore.
Adipati kemudian menyusuri pantai menikmati keindahan senja. Duduk sendirian
di pinggir pantai, kemudian adipati teringat akan seseorang yang dahulu pernah
mengisi hatinya.
Adipati bukanlah orang yang
terobsesi akan cinta. Dari dahulu banyak yang menyukai adipati,
tapi hanya satu orang yang membuat hati adipati tertunduk dan sampai sekarang ia masih mencoba untuk melupakannya.
“Adipati, dimana loe!”, teriak anton. "gue disini”, seru adipati.
Kemudian anton dan roni mendatangi dan mengajak untuk mencari makan malam.
Sebelum tidur adipati mencoba mengulik sebuah cerita di buku catatannya.
Mencari tema yang menurutnya tidak biasa, tapi masih belum ia dapatkan.
Setiap hari adipati masih tetap sibuk dengan mencari ide, mengulik
catatannya namun adipati masih belum menemukan juga. Setelah empat hari liburan
di lombok ternyata adipati tetap belum mendapatkan ide menulis. Mereka pun
pulang ke jakarta, dengan muka adipati
yang sedikit kecewa. Dalam hati adipati berkata, “tak semudah yang
aku kira”
Setelah di taman se-harian, menikmati keramaian yang jarang sekali
ia lakukan. Laras yang tidak mau larut kesedihan, kemudian pulang dengan kepala tegak.
Meskipun hari ini di luar perkiraan laras. Sesampainya di rumah ia membuka
kembali file draf bukunya, di laptop yang terlihat usang di pojok kamarnya.
Seperti biasa lagu dari second text, tidak pernah lupa ia putar. Kemudian laras
ngeprint kembali drafnya, rencananya besok laras ingin mengajukan kembali draf bukunya ke penerbit.
Adipati sudah di
rumah, “gimana di, nulisnya?”, tanya mama adipati. “masih tetap buntu ma”,
jawab adipati. “ia udah istirahat dulu aja, pasti kamu masih capek”, “iya ma”,
jawab adipati. Sebelum tidur adipati masih tetap memikirkan dalam hati berkata,
“sepertinya saya menyerah, ini bukan passion saya”.
Sepulang dari
lombok hingga masuk perkuliahan, adipati tidak lagi menulis. Adipati hanya main
bersama teman-temannya menghabiskan sisa liburan, seperti mahasiswa lainnya di
saat liburan. Tapi satu hal yang tidak pernah adipati tinggal, yakni membaca
buku-buku yang terbaru. Tapi tidak seperti ketika semangat menulis adipati
masih ada.
Laras kembali
mendatangi kantor penerbit buku, kali ini laras datang dengan cara yang
berbeda. Dengan cara yang sedikit memaksa, laras akhirnya dapat langsung
menemui pak Tono. “maaf soal yang kemarin ya laras”, ucap pak Tono. ”iya gak
apa-apa pak, ini drafnya yang baru pak”, jawab laras sambil menyerahkan draf
bukunya. “karena kemarin-kemarin banyak sekali draf yang masuk, jadi saya juga
belum bisa memastikan apakah draf ini masuk ke tahap selanjutnya”.
Setelah menyerahkan draf bukunya ke pak Tono, laras pulang ke
rumah. Berharap dalam waktu dekat bukunya dapat diterbitkan.
Setelah
masa liburan selesai, adipati melanjutkan pekuliahannya. Membaca buku-buku sastra masih menjadi hobinya.
Bersambung.
Nantikan kisah selanjutnya, apakah kali ini draf bukunya laras akan benar-benar terbit? Adipati yang sudah mulai kehilangan semangat menulis, akan kembali menemukan motivasi dan inspirasi?
Tunggu chapter 03 minggu depan.
catatan:
1. cerita ini hanya fiktif, apabila ada kesamaan nama, tempat atau yang lainnya, penulis minta maaf. Karena itu semua ditulis untuk memperdalam cerita.
2. Apabila dari teman-teman ada yang ingin memberikan komentar ataupunpun saran, silahkan ditulis di kolom komentar.
#SalamKreatif