Kamis, 16 Juni 2016

Tulisan Terakhirku

              Sepertinya ini akan menjadi tulisan terakhirku di bulan Raamdhan ini, karena sebentar lagi liburan dan saya akan mudik maka saya tidak bisa memposting tulisan-tulisan terbaru ku. Dikarenakan di dusun saya jaringan internet masih buruk.

             Karena sebentar lagi lebaran, maka saya Mohon Maaf Lahir Batin apabila selama saya menulis terdapat kesalahan yang saya sengaja maupun tidak disengaja.

              Sekali lagi Selamat Idul Fitri 1437 Hijriyah Mohon Maaf Lahir Batin.


Dan di bawah ini akan saya tulisan kembali link-link dari beberapa tulisan saya:

1. i am quit from this game (menyerah)

2. Hujan dan Jatuh Cinta

3. ALON(e)

4. Kopi

5. Terimaksih Untukmu Inspirasiku



Dan di bawah ini daftar chapter dari Cerita Bersambung yang saya tulis:

1. Kabar Cerbung

2. Cerbung: Pemeran Utama (Chapter 01)

3. Cerbung: Pemeran Utama (Chapter 02)

4. Cerbung: Pemeran Utama (Chapter 03)

5. Cerbung: Pemeran Utama (Chapter 04)


                 Itu lah beberapa tulisanku, silahkan bagi teman-teman ada yang mau baca atau ada yang belum di baca. Klik saja judul tulisan yang akan dibaca di atas.

               Untuk kelanjutan dari CerBung, akan saya lanjutkan setelah libur lebaran.

Dan bagi teman-teman yang mau update tulisan saya yang berupa quote follow saja  @quot.everything

Sabtu, 11 Juni 2016

CerBung: Pemeran Utama (Chapter 04)


Setelah membaca tulisan pertama Laras Adipati masih biasa saja. Terlihat masih cuek dan hanya menilai bagus. Adipati pun melanjutkan kesehariannya sebagai mahasiswa. Adipati mulai mencoba untuk ikut dalam mengurusi usaha Papanya di bidang properti.
“Pa, minggu ini ada kerjaan gak?”, tanya Adipati ketika sarapan. “Ada di”, jawab Papa Adipati. “Adipati mau ikut pa, mau belajar bisnis”, “Kok gak biasanya di”, “iya gak papa Pa”.
Setelah tulisan pertama Laras dimuat di kolom koran, ternyata tulisan Laras tersebut di terima di publik. Dan banyak tanggapan positif dari pembacanya. Tak sedikit juga kini yang membicarakan tulisan Laras. Tapi belum ada yang tahu nama pena LS tersebut adalah Laras. Setelah tiga kali dimuat di kolom koran, kini pihak percetakan koran menyertakan komentar-komentar dari pembaca yang dikirim ke redaksi koran.
 Meskipun saat pertama kali membaca tulisan laras Adipati terlihat cuek, ternyata adipati penasaran akan kelanjutan ceritanya dan mengikuti perkembangannya. Di suatu pagi sebelum berangkat ke Kampus adipati masih sempat berhenti sebentar untuk membeli koran terbaru. “Ada koran warta Kota Pak?”, tanya Adipati. “Ada nak, ini dua ribu saja”, jawab penjual koran. Setelah membeli koran adipati melanjutkan perjalanannya ke kampus.
Tidak seperti biasanya Adipati membawa buku-buku sastra maupun novel terbaru. Adipati kali ini membawa koran berjalan menuju kelasnya. Ketika di koridor kampus Adipati bertemu dengan Roni dan Anton, “Sekarang kamu kok beda di?”, biasanya bawa buku-buku sastra. Kok sekarang bawa koran”. Roni dan Anton mengejek Adipati, Adipati pun hanya tersenyum.
Ketika Adipati sedang makan siang, Anton dan Rono mendatangi Adipati dengan nafas yang tergesa-gesa. “Di, coba kamu baca tulisan ini, bagus banget tulisannya”, suruh Anton dengan sedikit memaksa. “Iya di bagus banget tulisannya”, sahut Roni. “Tulisan apaan sih”,jawab Adipati. “Tulisan ini, kalau tulisan ini saya sudah membaca dari tulisan pertamanya, ini lo sudah tulisan keempatnya. Kalian berdua yang ketinggalan”, tambah Adipati sambil ketawa. “Iya apa, berarti kita yang tidak mengikuti  perkembangan kota”. jawab Anton sambil tersenyum.

Laras kini semakin disibukan dengan kelanjutan tulisannya, dan Laras pun harus menyelesaikan ceritanya sebelum deadline. Dengan begitu laras juga semakin cuek dengan lingkungan sekitarnya. Tapi Laras masih menyempatkan untuk membaca buku dan menambah referensinya untuk menulis. Namun bagi Laras selagi masih menulis dan itu hal yang dia sukai, Laras masih tetap menjalani dan menikmatinya.
Sepulang dari Toko Buku laras berhenti di depan cafe. Terlintas di pikiran Laras mengapa dia tidak menulis di cafe tersebut, mencoba suasana yang baru. Siapa tahu juga dengan menulis di Cafe tersebut laras mendapatkan inspirasi baru.

Pada lain hari, sepulang dari kampus Adipati bersama Anton dan Roni seperti biasa di Cafe Kopisme makan dan minum kopi. Dan mereka pun membicarakan Laras, “Kira-kira penulis dengan nama pena LS itu secantik tulisannya gak ya”?, Roni memulai obrolan. “Kalau menurut saya cantik, biasanya seseorang yang pintar menulis, terus pandai merangkai kata itu cantik”, sahut Anton. “Kalau menurut kamu bagaimana di?”, tanya Roni. “Kalau menurut saya, gak tau lah”, jawab Adipati yang sedikit cuek. Tapi dalam hati adipati penasaran akan LS tersebut.

Disaat mereka bertiga membicarakan sosok LS, di pojok ruangan terlihat seorang penulis dengan teman laptop yang sudah sedikit usang. Dialah Laras yang sedari tadi menjadi bahan obrolan Adipati bersama dua temannya. Seperti keinginannya tempo hari Laras mencoba suasana baru untuk menulis. Ternyata asyik juga menurut Laras menulis sambil menikmati ramainya ibu kota.
Seperti itulah hidup terkadang kita harus keluar dari zona nyaman kita. Siapa tahu dengan begitu kita dapat menemukan hal-hal yang sebelumnya belum pernah kita ketahui.
Laras yang mendengar obrolan Adipati bersama teman-temannya hanya tersenyum tersipu. Setelah menyelesaikan beberapa halaman tulisannya Laras pulang ke Rumah. Seperti biasa Laras jalan kaki menyusuri trotoar jalanan yang sudah berubah menjadi tempat dagangan.

Adipati masih asyik ngobrol bersama Anton dan Roni, tidak hanya ngobrolin tentang Laras. Mereka pun ngobrolin apa saja mulai bola karena euro dan copa america sudah mulai. Hingga ngobrolin politik karena sebentar lagi pilkada di Ibu Kota akan dilaksanakan.  Tidak terasa malam sudah menyapa mereka bertiga pun pulang.
  Sesampainya di rumah Adipati sibuk memotong tulisan Laras yang da di koran. Ternyata Adipati menyimpan semua tulisan Laras dari yang pertama sampai yang terbaru. Adipati membaca kembali seua tulisan Laras, dalam hatinya berkata akankah aku bisa mengenalnya. Jika aku dapat mengenalnya maka aku dapat belajar menulis dengannya.
 Di lain hari, karena tidak ada jam kuliah Adipati pergi ke Toko Buku karena sudah lama dia tidak membeli buku-buku terbaru. Di saat Adipati berada di rak buku bagian sastra dia berpapasan dengan seseorang yang dia diam-diam di kagumi. Seseorang yang dimaksud adalah Laras. Ternyata Laras juga sedang berada di toko tersebut. Karena Adipati belum mengenalya, dia pun bersikap cuek.
Mereka berduapun duduk di meja panjang yang ada di ruang perpustakaan yang ada di toko tersebut. Terlihat Adipati sedang membaca buku sastra tahun 70-an dan Laras membaca buku sastra terbaru. Setelah  menyelesaikan buku yang ia baca dan sudah mendapatkan buku terbaru yang dinginkannya adipati pulang.
Laras masih duduk dengan beberapa buku di depannya. Membaca satu persatu buku tersebut. Tak terasa senja sudah tiba, Laras pun pulang dengan buku yang baru dia beli. Seperti biasanya laras menyusuri trotoar jalan dengan sampah yang berserakan.

Setelah sekian lama Adipati tidak membaca buku di kamarnya, pada malam itu Adipati membaca buku yang baru ia beli. Seperti adipati yang dahulu ketika semangat menulisnya masih ada. Ketika Adipati sedang membaca buku di kamarnya, Mama Adipati mengintip di pintu, “apa semangat menulis Adipati sudah ada lagi”, berkata dalam hatinya.


Laras seperti biasa di kamarnya, berteman dengan ruang yang gelap. Tidak lupa juga lagu dari second Text mengiringi Laras membaca buku yang baru ia beli.  

Bersambung.
Nantikan kisah selanjutnya, akankah Adipati dapat mengenal Laras? akankah semangat menulis Adipati kembali? Bagaimana kejelasan dari draf bukunya Laras?

Tunggu Chapter 05 minggu depan.

Catatan: 
1. cerita ini hanya fiktif, apabila ada kesamaan nama, tempat atau yang lainnya, penulis minta maaf. Karena itu semua ditulis untuk memperdalam cerita.
2.  Apabila dari teman-teman ada yang ingin memberikan komentar ataupun saran, silahkan ditulis di kolom komentar.

#SalamKreatif

Selasa, 07 Juni 2016

Terimaksih untukmu inspirasiku



            Kita sudah saling mengenal sejak lama, namun dulu kita hanya sebatas tahu nama kita masing-masing. Karena kita dulu satu sekolah dasar dan sekarang satu perguruan tinggi. Namun satu tahun terakhir kedakatan kita berbeda, kita tidak hanya lagi saling mengenal, kita sudah berbagi cerita, berbagi rasa dan tertawa bersama. Memang akulah yang mencoba mendekatimu terlebih dahulu. Karena kedekatan kita itulah rasa ini (dihatiku) tumbuh, kaupun menyadarinya.
            Aku tidak mau lagi seperti yang sebelumnya, terjebak di dalam perasaan karena ketidak mampuanku untuk mengungkapkan.
Aku memberanikan diri untuk ungkapkan perasaan ini padamu, sseperti apa yang saya khawatirkan sebelumnya. Perasaanmu masihlah sama seperti yang dulu, hanya bedanya sekarang kita lebih dekat secara komuikasi saja. Dengan sikapmu yang seperti itu aku pun tak menyalahkamu, karena akulah yang salah, aku terlalu menaruh harap lebih akan hubungan ini.
            Setelah aku tahu perasaanmu aku belum menyerah akan harap itu, aku masih mencoba dengan berbagai cara yang aku bisa.
Aku merasa senang ketika aku bisa berada di dekatmu, melihat senyummu. Aku merasa senang ketika candaanku membuatmu tertawa riang. Dan aku belum merasakan akan menyerah untuk membuatmu jatuh cinta padaku. Karena aku takut suatu saat kamu mengenal sesorang, yang bisa mmbuatmu lebih tertawa. Mampu membuatmu merasa nyaman, serta kehadirannya berarti dalam hidupmu. Meskipun hal tersebut terjadi, aku tak berhak umtuk melarang karena itu semua adalah keputusanmu.
            Selama kita dekat aku banyak belajar, ternyata cara yang aku bisa belum mampu membuatku berarti padamu.
            Setelah aku dekat denganmu juga aku banyak menemukan inspirasi dan motivasi untuk menulis. Aku mencoba ungkapkan apa yang aku rasa lewat rangkaian kata, meskipun seperti halnya diriku rangkaian kata ini tak berarti bagimu.
            Untukmu aku ucapkan terimakasih. Karena kamu sudah menjadi inspirasiku selama ini. Dan aku juga berterimasih dapat mengenal lebih dekat. Sikapku yang seperti itu, aku hanya mencoba untuk memperjuangkan perasaan ini. Namun sekarang aku sudah menyerah, aku berharap dapat menemukan inspirasi yang lain dan kehadiranku dapat berarti baginya.

Terimaksih untukmu inspirasiku. R A. 

Sabtu, 04 Juni 2016

CerBung: Pemeran Utama (Chapter 03)

             Setelah beberapa hari draf bukunya laras berada di penerbit akhirnya di baca oleh Pak Tono. Seperti yang dikatakan Pak Tono sebelumnya draf bukunya laras belum pasti masuk ke tahap editor.
            Pagi itu handphone jadul laras bergetar di atas meja, ternyata satu pesan dari pak tono. “Laras, draf buku kamu sudah saya baca. Tapi seperti yang saya katakan kemarin, draf buku kamu belum pasti masuk ke tahap editor. Kamu harus menunggu kurang lebih dua bulan untuk kepastian apakah draf buku kamu akan di terbitkan.” Setelah membaca pesan dari Pak Tono, Laras pun tersenyum kegirangan.
            Dan seperti biasa, tape tua milik Laras memutar lagu dari second text yang berjudul if i. Sepertinya memang lagu itu sudah seperti soundtrack hidup laras. Kamar gelap dengan kertas yang berserakan, sudah menjadi teman Laras setiap hari.
           
Adipati memulai semester barunya dengan hati yang ceria. Berangkat ke kampus bersama Anton dan  Roni yang memang satu kampus namun berbeda jurusan. Adipati memanglah mahasiswa yang pintar, Adiptai sejak sekolah dasar hingga sma selalu mendapatkan peringkat di kelas. Nilai adipati pada semester sebelumnya memanglah meningkat, namun nilai adipati masih kalah dengan mahasiswi cantik di kelasnya yang bernama Citra. Dan pada semester ini adipati bertekat untuk mengalahkan Citra.
“Pagi Adipati”, sambut gerombolan mahasiswi yang berada di teras kampus. Memang adipati salah satu mahasiswa yang digandrungi banyak mahasiswi. Selain pintar dalam akademik adipati juga merupakan Kapten tim futsal fakultasnya. “pagi juga”, jawab Adipati dengan tersenyum dan kelihatan lesung pipinya.

Laras berpakaian seadanya keluar rumah, menyusuri trotoar jalanan. Kemudian laras berhenti di sebuah toko buku langganannya. Selain mendengarkan musik laras juga hobi membaca. Selain memang hobinya, dengan membaca buku laras juga dapat menambah referensi dalam menulis. Selain menjual buku, di toko buku tersebut juga terdapat perpustakaan kecil yang menyediakan buku-buku sastra tahun 60-an hingga sekarang. Oleh karena itu laras sering sekali pergi ke toko tersebut. Selain membeli buku-buku terbaru laras juga menyempatkan waktu untuk membaca buku-buku lama.
Setelah selesai membaca beberapa buku dan laras juga sudah mendapatkan beberapa buku terbaru yang akan ia beli. Tak terasa senja sudah tiba, laras pun pulang ke rumah seperti biasa jalan kaki. Menikmati kehangatan mentari sore, dan ramainya jalanan ibu kota, Laras masih tetap setia menyusuri trotoar yang tidak lagi rata.
Pada perempatan lampu merah laras menemukan gulungan koran hari itu, koran yang tidak habis di jual oleh anak-anak jalanan. Laras kemudian mengambil koran tersebut. Pada malam harinya sembari Laras menikmati gelap malam, di balkon rumahnya Laras membaca koran tersebut. Membaca peristiwa-peristiwa yang baru terjadi, padahal laras merupakan orang yang kurang peduli dengan lingkungan di sekitarnya.

Pada hari itu perkuliahan Adipati hingga malam, sebelum pulang ke rumah adipati bersama Roni dan Anton mampir di Cafe Kopisme terlih dahulu. “Kamu gak mau nulis lagi di?”, tanya Roni. “Masih belum semangat mau nulis lagi”, jawab adipati. “Kamu nyerah di”, sahut Anton. “bukan menyerah juga sih, tapi masih belum bisa menemukan inspirasi”, jawab Adipati. "Kita selalu mendukung apapun keputusanmu di, kamu mau jadi penulis kami dukung, mau jadi pengusaha nerusin usaha papa kamu, kami juga dukung”, sahut Roni.
Setelah mereka menyelesaikan makan, dan menikmati secangkir kopi mereka pun pulang. Sesampainya di rumah adipati tidak seperti biasanya, yakni membaca buku. Malam itu adipati mencoba tidak memikirkan apapun yang berkaitan dengan menulis. Adipati membuka komputernya dan memainkan  game-game lama, Adipati mencoba bernostalgia dengan masa kecilnya.
           
            Pada saat membaca koran, Laras berpikir kenapa dia tidak mengirim tulisan-tulisan untuk dimuat di koran. Akhirnya keesokkan harinya, sembari menunggu kepastian drafnya dari penerbit. Keesokan harinya, Laras mencoba datang ke percetakan koran Warta Kota dengan membawa beberapa tulisannya. Namun seperti draf bukunya, Laras tidak langsung mendapatkan kepastian apakah tulisannya akan di muat di kolom koran.
            Pada malam harinya Laras mendapatkan pesan dari Kepala Redaksi Koran Warta Kota, “Setelah saya membaca tulisan kamu, saya menyukai gaya penulisan kamu. Kamu membawa pembaca ke dunia yang kamu inginkan. Jadi, tulisan kamu akan di muat di koran warta kota pada bagian baru pojok penulis. Kamu penulis pertama yang di muat pada bagian tersebut. Dan tulisan kamu akan dimuat pada koran senin, rabu, dan sabtu. Jadi persiapkanlah tulisannya dua hari sebelum percetakan.”
            Laras pun kegirangan setelah membaca pesan tersebut, dia pun semakin bersemangat untuk menulis. Pada malam itu laras habiskan waktunya untuk membaca buku yang ia beli tempo hari. Dan seperti biasa dalam ruang gelap kamarnya bertemankan lagu dari Second Text yang berjudul if i.
           
Adipati sudah mulai melupakan keinginannya untuk menulis. Adipati pun sudah tidak seperti biasanya yang setiap waktu berteman buku-buku sastra baik terbitan baru maupun lama. Kalau biasanya adipati ke kampus tidak lupa membawa buku sastra, namun kini dia tidak lagi. Seperti yang ia inginkan untuk meningkatkan nilainya, kini dia bersungguh-sungguh untuk belajar.

Pada pagi hari sekitar jam 06.00, handphone Laras bergetar namun laras masih terlelap dalam tidurnya, setelah begadang untuk menulis. Siang harinya Laras baru mengecek handphonenya dan membaca tersebut. “Laras tulisan kamu mulai hari ini sudah di muat di koran Warta Kota.” Setelah membaca pesan tersebut pun, dengan wajah yang masih kumal belum cuci muka, laras berlari mencari toko yang jualan koran terdekat. Setelah membeli laras pun membuka halaman demi halaman dan pada halaman ke tujuh di pojok kanan laras menemukan tulisannya. Laras pun menggunakan nama pena LS. Laras tidak lupa bersyukur, dengan begitu laras mendaptkan sedikit penghasilan. Dia pun kini punya kesibukan sembari menunggu kepastian dari draf bukunya.


Pada saat sarapan, salah satu mama adipati memberitahu bahwa ada tulisan bagus di muat di koran. “Di, ini ada tulisan bagus di muat di koran pagi ini. Coba kamu baca, nama penulisnya LS”, “iya ma, nanti aku baca”, jawab adipati. Sebelum berangkat kuliah adipati menyempatkan waktu membaca tulisan tersebut di teras rumahnya. 

Bersambung.

Nantikan kisah selanjutnya, apakah tulisan Laras di kolom koran Warta Kota mendapat respon yang baik? dan apakah yang terjadi setelah Adipati membaca tulisan Laras di koran pagi itu?

Tunggu Chapter 04 minggu depan.

Catatan: 
1. cerita ini hanya fiktif, apabila ada kesamaan nama, tempat atau yang lainnya, penulis minta maaf. Karena itu semua ditulis untuk memperdalam cerita.
2.  Apabila dari teman-teman ada yang ingin memberikan komentar atau pun saran, silahkan ditulis di kolom komentar.

#SalamKreatif