Sabtu, 11 Juni 2016

CerBung: Pemeran Utama (Chapter 04)


Setelah membaca tulisan pertama Laras Adipati masih biasa saja. Terlihat masih cuek dan hanya menilai bagus. Adipati pun melanjutkan kesehariannya sebagai mahasiswa. Adipati mulai mencoba untuk ikut dalam mengurusi usaha Papanya di bidang properti.
“Pa, minggu ini ada kerjaan gak?”, tanya Adipati ketika sarapan. “Ada di”, jawab Papa Adipati. “Adipati mau ikut pa, mau belajar bisnis”, “Kok gak biasanya di”, “iya gak papa Pa”.
Setelah tulisan pertama Laras dimuat di kolom koran, ternyata tulisan Laras tersebut di terima di publik. Dan banyak tanggapan positif dari pembacanya. Tak sedikit juga kini yang membicarakan tulisan Laras. Tapi belum ada yang tahu nama pena LS tersebut adalah Laras. Setelah tiga kali dimuat di kolom koran, kini pihak percetakan koran menyertakan komentar-komentar dari pembaca yang dikirim ke redaksi koran.
 Meskipun saat pertama kali membaca tulisan laras Adipati terlihat cuek, ternyata adipati penasaran akan kelanjutan ceritanya dan mengikuti perkembangannya. Di suatu pagi sebelum berangkat ke Kampus adipati masih sempat berhenti sebentar untuk membeli koran terbaru. “Ada koran warta Kota Pak?”, tanya Adipati. “Ada nak, ini dua ribu saja”, jawab penjual koran. Setelah membeli koran adipati melanjutkan perjalanannya ke kampus.
Tidak seperti biasanya Adipati membawa buku-buku sastra maupun novel terbaru. Adipati kali ini membawa koran berjalan menuju kelasnya. Ketika di koridor kampus Adipati bertemu dengan Roni dan Anton, “Sekarang kamu kok beda di?”, biasanya bawa buku-buku sastra. Kok sekarang bawa koran”. Roni dan Anton mengejek Adipati, Adipati pun hanya tersenyum.
Ketika Adipati sedang makan siang, Anton dan Rono mendatangi Adipati dengan nafas yang tergesa-gesa. “Di, coba kamu baca tulisan ini, bagus banget tulisannya”, suruh Anton dengan sedikit memaksa. “Iya di bagus banget tulisannya”, sahut Roni. “Tulisan apaan sih”,jawab Adipati. “Tulisan ini, kalau tulisan ini saya sudah membaca dari tulisan pertamanya, ini lo sudah tulisan keempatnya. Kalian berdua yang ketinggalan”, tambah Adipati sambil ketawa. “Iya apa, berarti kita yang tidak mengikuti  perkembangan kota”. jawab Anton sambil tersenyum.

Laras kini semakin disibukan dengan kelanjutan tulisannya, dan Laras pun harus menyelesaikan ceritanya sebelum deadline. Dengan begitu laras juga semakin cuek dengan lingkungan sekitarnya. Tapi Laras masih menyempatkan untuk membaca buku dan menambah referensinya untuk menulis. Namun bagi Laras selagi masih menulis dan itu hal yang dia sukai, Laras masih tetap menjalani dan menikmatinya.
Sepulang dari Toko Buku laras berhenti di depan cafe. Terlintas di pikiran Laras mengapa dia tidak menulis di cafe tersebut, mencoba suasana yang baru. Siapa tahu juga dengan menulis di Cafe tersebut laras mendapatkan inspirasi baru.

Pada lain hari, sepulang dari kampus Adipati bersama Anton dan Roni seperti biasa di Cafe Kopisme makan dan minum kopi. Dan mereka pun membicarakan Laras, “Kira-kira penulis dengan nama pena LS itu secantik tulisannya gak ya”?, Roni memulai obrolan. “Kalau menurut saya cantik, biasanya seseorang yang pintar menulis, terus pandai merangkai kata itu cantik”, sahut Anton. “Kalau menurut kamu bagaimana di?”, tanya Roni. “Kalau menurut saya, gak tau lah”, jawab Adipati yang sedikit cuek. Tapi dalam hati adipati penasaran akan LS tersebut.

Disaat mereka bertiga membicarakan sosok LS, di pojok ruangan terlihat seorang penulis dengan teman laptop yang sudah sedikit usang. Dialah Laras yang sedari tadi menjadi bahan obrolan Adipati bersama dua temannya. Seperti keinginannya tempo hari Laras mencoba suasana baru untuk menulis. Ternyata asyik juga menurut Laras menulis sambil menikmati ramainya ibu kota.
Seperti itulah hidup terkadang kita harus keluar dari zona nyaman kita. Siapa tahu dengan begitu kita dapat menemukan hal-hal yang sebelumnya belum pernah kita ketahui.
Laras yang mendengar obrolan Adipati bersama teman-temannya hanya tersenyum tersipu. Setelah menyelesaikan beberapa halaman tulisannya Laras pulang ke Rumah. Seperti biasa Laras jalan kaki menyusuri trotoar jalanan yang sudah berubah menjadi tempat dagangan.

Adipati masih asyik ngobrol bersama Anton dan Roni, tidak hanya ngobrolin tentang Laras. Mereka pun ngobrolin apa saja mulai bola karena euro dan copa america sudah mulai. Hingga ngobrolin politik karena sebentar lagi pilkada di Ibu Kota akan dilaksanakan.  Tidak terasa malam sudah menyapa mereka bertiga pun pulang.
  Sesampainya di rumah Adipati sibuk memotong tulisan Laras yang da di koran. Ternyata Adipati menyimpan semua tulisan Laras dari yang pertama sampai yang terbaru. Adipati membaca kembali seua tulisan Laras, dalam hatinya berkata akankah aku bisa mengenalnya. Jika aku dapat mengenalnya maka aku dapat belajar menulis dengannya.
 Di lain hari, karena tidak ada jam kuliah Adipati pergi ke Toko Buku karena sudah lama dia tidak membeli buku-buku terbaru. Di saat Adipati berada di rak buku bagian sastra dia berpapasan dengan seseorang yang dia diam-diam di kagumi. Seseorang yang dimaksud adalah Laras. Ternyata Laras juga sedang berada di toko tersebut. Karena Adipati belum mengenalya, dia pun bersikap cuek.
Mereka berduapun duduk di meja panjang yang ada di ruang perpustakaan yang ada di toko tersebut. Terlihat Adipati sedang membaca buku sastra tahun 70-an dan Laras membaca buku sastra terbaru. Setelah  menyelesaikan buku yang ia baca dan sudah mendapatkan buku terbaru yang dinginkannya adipati pulang.
Laras masih duduk dengan beberapa buku di depannya. Membaca satu persatu buku tersebut. Tak terasa senja sudah tiba, Laras pun pulang dengan buku yang baru dia beli. Seperti biasanya laras menyusuri trotoar jalan dengan sampah yang berserakan.

Setelah sekian lama Adipati tidak membaca buku di kamarnya, pada malam itu Adipati membaca buku yang baru ia beli. Seperti adipati yang dahulu ketika semangat menulisnya masih ada. Ketika Adipati sedang membaca buku di kamarnya, Mama Adipati mengintip di pintu, “apa semangat menulis Adipati sudah ada lagi”, berkata dalam hatinya.


Laras seperti biasa di kamarnya, berteman dengan ruang yang gelap. Tidak lupa juga lagu dari second Text mengiringi Laras membaca buku yang baru ia beli.  

Bersambung.
Nantikan kisah selanjutnya, akankah Adipati dapat mengenal Laras? akankah semangat menulis Adipati kembali? Bagaimana kejelasan dari draf bukunya Laras?

Tunggu Chapter 05 minggu depan.

Catatan: 
1. cerita ini hanya fiktif, apabila ada kesamaan nama, tempat atau yang lainnya, penulis minta maaf. Karena itu semua ditulis untuk memperdalam cerita.
2.  Apabila dari teman-teman ada yang ingin memberikan komentar ataupun saran, silahkan ditulis di kolom komentar.

#SalamKreatif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar